Langsung ke konten utama

Meniti Jalan Ilmu

“Kalau misal umur kita nggak sampai di titik ‘alim, maka minimal kita wafat di jalan ilmu.”

– Ustadz Agung Saputro, Lc., Dipl.


Sebagian besar orang menganggap bahwa orang ‘alim itu adalah mereka yang rajin salatnya, rajin tilawah Al-Qur'annya, berpakaian syar’i, dan lain sebagainya. Padahal, itu semua adalah kewajiban setiap Muslim dan Muslimah, bukan penentu bahwa seseorang itu termasuk orang yang ‘alim.

Beberapa waktu lalu, aku ikut kajian kitab Al-Kharitah wa Al-Manhaj (Kharitatul ‘Ulum Asy-Syar’iyyah wa Manhaj Ta’limiha), yang diampu oleh Al-Ustadz Agung Saputro, Lc., Dipl. Dari yang beliau sampaikan, aku menarik kesimpulan bahwa untuk sampai di titik ‘alim itu ternyata perjalanan yang sangat panjang, terutama dalam konteks menuntut ilmu syar’i.

Di awal, aku sudah menyebutkan bagaimana sebagian besar orang memaknai kata ‘alim, yang ternyata tidak sesederhana itu. Maknanya cukup dalam. Dari yang aku pelajari waktu itu, simpelnya, orang ‘alim adalah orang yang memiliki malakah dalam ilmu—yakni bersifat dengan ilmu.


Apa itu malakah (ملكة)?


Jika merujuk ke Kamus Ma’any, malakah berarti kemampuan atau kekuasaan. Dalam konteks ini, malakah berarti penguasaan seseorang terhadap suatu ilmu.


Ternyata, malakah pun memiliki tingkatannya:


1. (Malakah Al-Istihshāl - ملكة الاستحصال)

Ini adalah tingkat pertama, yang dimiliki oleh seseorang yang telah belajar dari gurunya, mulai dari level mubtadi (pemula) hingga muntahi (tingkat akhir).


2. (Malakah Al-Istikhrāj - ملكة الاستخراج)

Pada tahap ini, seseorang sudah mampu memahami sendiri makna dari bacaan yang ia pelajari.


3. (Malakah Al-Istihdār - ملكة الاستحضار)

Ini adalah tingkat tertinggi, di mana seseorang mampu menghadirkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang sudah mencapai level ini, berarti ia telah kāmil—mengamalkan ilmu yang telah dipelajari—dan layak disebut sebagai orang yang ‘alim.


Refleksi Diri


Bagiku, ini adalah tamparan luar biasa. Saat berkaca diri dan mengingat poin-poin di atas, aku semakin sadar bahwa perjalanan menuntut ilmu ini masih sangat panjang. Bahkan, untuk mencapai level malakah pertama pun rasanya masih jauh.

Kalau kata pemateri dalam sesi Monday Talks bersama @quranreview pekan lalu,

“Sehebat apa pun ilmu kita di dunia ini, sungguh yang belum kita ketahui jauh lebih banyak daripada yang sudah kita ketahui.”

Maka, kuncinya adalah rendah hati. Jangan sampai ilmu yang telah Allah titipkan kepada kita justru membuat kita semakin meninggikan diri. :')

Ya Allah, semoga diri ini bisa selalu istiqamah di jalan ilmu. Dikuatkan hati dan langkah kaki dalam menapaki jalan ilmu ini, Aamiin.


Komentar

Ri Fadilah mengatakan…
Masyaa Allah

Postingan populer dari blog ini

EXAMINATION

Sebuah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan dengan kesempatan untuk menuntut ilmu di negeri Kinanah ini, khususnya di kampus Al Azhar. Banyak sekali hal yang aku pelajari sekalipun dari hal yang sederhana. Bagiku, Al Azhar berhasil menempati ruang khusus di relung hati. Kali ini aku ingin berbagi sedikit pengalaman tentang ujian semester yang sedang aku jalani.  U jian Al Azhar selalu menjadi hal yang menegangkan bagi setiap mahasiswanya. Dan itulah mengapa beberapa orang menganggap bahwa ujian disini bukan sekadar ujian biasa, tetapi rasanya seperti ujian di atas ujian, karena selain menguji kemampuan akademik, juga menguji keyakinan dan ketergantungan kita kepada Allah. Setelah merasakan langsung, menurutku memang benar adanya. Karena ujian disini tidak cukup hanya dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri, apalagi jika hanya bergantung pada belajar. Itu sama sekali tidak cukup. Sebagaimana ujian hidup yang lain, kita pun tidak bisa jika hanya mengandalkan diri sendiri tanp...

Jelmaanmu dan Anganku

Pada semilir angin yang kian mendingin, Ku temukan kembali jelmaanmu, Membersamai perjalanan ini. Terimakasih untukmu, Yang ternyata tak mengobati rindu, Tapi justru kian menyiksaku. Boleh ku bertanya lagi? Apakah ini dirimu? Atau memang hanya jelmaanmu? Atau malah angan-anganku? Sebab benar sepertimu, Yang diamnya saja, Menjadi nasihat bagiku. Tersadar, Lalu aku menertawakan anganku, Yang tak kunjung tertepis itu. Iya, ini masih tentangmu, Wahai kelahiran dua ribu satu. Cairo International Airport, 21 Desember 2024